Sunday 23 October 2016

Sunset And The Misterious Girl, Cerpen Romantis

Sunset And The Misterious Girl

Judul Cerpen Sunset And The Misterious Girl
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Romantis, Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 7 October 2016

 
Sore ini, sebuah keinginan untuk menyapa “dirinya” pun muncul secara spontan. Entah mengapa, perasaan ini harus muncul secara spontanitas di pantai yang indah dan sepi ini.
Aku memandangi pantai dari kejauhan. Tidak, bukan pantai yang kupandang, tetapi perempuan yang duduk di tepi pantai. Di pantai ini hanya ada aku dan perempuan itu.
Perempuan itu… lucu, imut dan manis. dia sedang menulis sesuatu pada buku tebal dengan penanya. Entah apa yang ia tulis. Jujur, aku penasaran dengan tulisan-tulisan yang telah ia tulis.
Aku sering memperhatikan dia dari jauh secara diam-diam, di sekolah dan di pantai. dia adalah sesosok perempuan yang pendiam dan misterius. Setiap sore menjelang tergelincirnya matahari, dia (hampir) selalu berada di tepi pantai dan menulis-nulis sesuatu pada buku tebal miliknya.
Aku dan dia bersekolah di satu SMA yang sama. Bahkan, kami mendapat angkatan yang sama, tepatnya angkatan para anak kelas 3 SMA. Namun, kami tak pernah mendapat kelas yang sama.
Aku dan dia (lumayan) sering berpapasan di sekolah. Pernah pula beberapa kali kami saling bercakap-cakap, dan hanya sekali kami mengobrol dan bercanda, itu pun hanya berdua. Namun, aku sama sekali tak tahu dan tak pernah tahu siapa namanya.
Berbagai cara kulakukan untuk mengetahui siapa namanya, tapi tak pernah berhasil. Bahkan, banyak teman sekelasnya yang tak tahu siapa namanya. Dan hal ini semakin membuatku penasaran siapa namanya yang sebenarnya.
dia memang sangat misterius. Sulit untuk menebak tentang dirinya. Bahkan, hanya sekedar mengetahui namanya sangat sulit bagiku.
Aku pernah beberapa kali menanyakan langsung padanya tentang siapa namanya, namun jawabannya selalu, “Kau akan tahu saat wisuda nanti.”. Dan, kalimat itu semakin membuatku penasaran. Hatiku terus merindukannya, sedangkan otakku terus penasaran tentang dirinya.
Aku dan dia tak pernah sekalipun berpapasan di pantai. Aku selalu bersembunyi darinya di pantai. Aku belum siap terpergok olehnya bahwa aku sering mengamatinya.
Aku menatap matahari. Senja. Sebentar lagi, matahari akan tergelincir.
Kembali kutatap dia. Ia menutup buku tebalnya dan meletakkannya di sebelahnya, tepatnya di peparisan pantai yang kering. Lalu, pena miliknya pun ia masukkan ke dalam saku celananya. Ia duduk memeluk lutut dan menikmati betapa indahnya langit senja.
Dia terus menatap langit yang senja. Aku bingung padanya. Apakah ia tak merasa bosan memandangi langit senja dari pantai? Hampir setiap hari ia melakukannya.
Baru menatap langit senja selama semenit, aku sudah merasa bosan. Tapi, dia?
Tibalah saat dimana matahari tergelincir. Biasanya, dia akan pergi meninggalkan pantai bersama buku tebal beserta penanya di saat-saat seperti ini.
Pernah beberapa kali aku membuntutinya ketika ia berjalan pulang dari pantai. Aku ingin tahu dimana rumahnya. Namun, selalu saja gagal. Aku selalu kehilangan jejaknya. Padahal, ia biasa berjalan dengan kecepatan yang biasa saja.
Dia bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan pantai. Aku penasaran dimana rumahnya. Aku ingin mengetahuinya. Mungkin, bila aku mengikuti langkahnya KALI INI, aku akan gagal lagi. Tapi tak ada salahnya berusaha kembali setelah gagal, kan? Walau, aku tak ingin jatuh ke lubang yang sama untuk yang kesekian kalinya.
Dia masih berada di pantai. Ia terus berjalan pergi meninggalkan pantai. Semakin lama, jarakku dengannya semakin jauh.
Tunggu. dia berjalan pulang dari pantai tanpa membawa buku tebalnya. Aku mengalihkan pandanganku darinya dan menatap sekitaran tempat dimana tadi ia duduki. Buku miliknya masih tergeletak di tepi pantai!
Aku keluar dari tempat persembunyianku dan berlari menuju tempat dimana buku tebalnya berada. Aku mengambil buku tersebut, lalu memutar badanku seratus delapan puluh derajat.
Dia masih berada di pantai ini. Namun, sebentar lagi kakinya akan menginjak permukaan bumi yang tak berpasir.
Aku membawa buku tebal tersebut dengan tangan kiriku. Aku berdiri tegak dan menatap dirinya dari kejauhan. Ia berjalan dengan begitu tenang. Pasti ia tak sadar bahwa “barang berharga” milliknya ini tertinggal di tepi pantai.
Aku harus berlari mengejarnya dan memberikan buku ini padanya. Aku yakin, pasti buku ini sangat berharga di mata dan hatinya.
Dia belum menghilang dari pandangan mataku. Namun dirinya sudah sekecil semut di mataku.
Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus berteriak memanggilnya? Apa aku harus berlari menghampirinya?
Di pantai ini hanya ada kami berdua. Walau jarak kami sangat jauh, mungkin ia masih dapat mendengar suara teriakanku. Kalau begitu, akan kucoba berteriak memanggilnya.
“HEY!!!” teriakku dengan suara terbesar yang aku mampu. Namun, ia sama sekali tak merespon. Bodohnya, tak mungkin ia akan mendengar suaraku. Kalau begitu, berarti aku harus berlari mengejarnya seraya berteriak memanggilnya.
Aku berlari mengejar dia. “HEY! TUNGGU DULU!!!” teriakku sekuat tenaga seraya berlari mengejarnya. Namun, tetap saja ia tak menyahut. Pasti ia masih tak dapat mendengar suara teriakanku.
Tiba-tiba, angin bertiup kencang. Aku yang sedang berlari seraya membawa buku tebal milik dia pun merasakan suatu rasa perih pada kedua mataku, tentunya karena butiran-butiran halus pasir memasuki mataku. Secara refleks, aku menutup mataku dan menggosok-gosok mataku dengan tangan kananku, namun aku tetap berlari.
Kaki kananku tersandung batu, sehingga badanku terhempas ke perpasiran. Buku yang kubawa dengan tangan kiriku pun terpental sekitar beberapa meter dari posisi tubuhku.
Aku mengangkat badanku perlahan-lahan. Sakit sekali rasanya, tetapi syukurlah, tak ada satu pun luka yang menempel pada tubuhku.
Astaga, aku sudah kehilangan jejak “perempuan itu”. Benar-benar sulit untuk menggapai dirinya.
Aku berjalan dengan kecepatan yang pelan. Aku lalu membungkukkan badanku dan mengambil buku tebal yang terlepas dari tangan kiriku ketika terjatuh tadi.
Mungkin, aku memang tak bisa mengembalikan buku ini padanya hari ini. Tapi masih ada hari esok. Besok adalah Hari Kamis. Dan pastinya, kami akan bertemu di sekolah.
Aku pun memutuskan untuk pulang. Aku berjalan ke luar dari pantai dan pulang ke rumahku.
Aku menghempaskan tubuhku di atas ranjang yang berada di kamarku. Kini, jam dinding kamarku telah menunjukkan pukul enam lewat dua puluh menit. Aku menatap buku tebal yang berada di sebelah kepalaku. Buku tebal itu adalah buku milik dia.
Aku merasa bahagia seketika. Buku ini adalah buku yang berisi tulisan-tulisan miliknya kan? Selama ini, rasa penasaranku tentang apa yang ditulisnya pada buku ini terus menghantuiku. Namun, pasti rasa penasaran ini akan segera hilang. Aku akan membaca isi buku tebal ini.
Aku mengubah posisiku, yang tadinya berbaring, kini menjadi duduk di tepi ranjangku dan mengambil buku tebal tersebut. Buku ini memiliki panjang sekitar 28 cm sampai 30 cm dan lebar 5 cm sampai 8 cm. Waw, tebal sekali buku ini.
Aku memangku buku tebal ini dengan pahaku. Kutatap sampul buku ini. Sepertinya buku ini adalah buku jadul.
Aku mulai membuka buku ini. Muncullah lembaran pertama dari isi buku ini. Pada lembaran pertama ini tertulis sebuah tulisan kaligrafi, “Diariku”. Benar dugaanku, buku ini adalah buku diari alias buku harian.
Di bawah tulisan kaligrafi tersebut tertulis sebuah tanda tangan. Sudah pasti pemilik tanda tangan ini adalah dia. Di bawah tanda tangan dia tertulis, “Minggu, 15 Januari 1984”. Di samping kanan tanda tangan dia tertulis sebuah tulisan kecil, “ACP”.
“ACP”? Singkatan apa itu? Apakah itu adalah sebuah kode rahasia?
Di bawah tulisan “ACP” terdapat tulisan yang lebih kecil, “(inisial namaku)”. Oh, ternyata ACP adalah singkatan dari nama lengkapnya. Tapi siapa namanya? Mengapa ia tak menulis nama lengkapnya saja? Mengapa harus inisialnya? Perempuan misterius.
Aku pun mulai membaca lembaran-lembaran pada buku tersebut.
Minggu, 15 Januari 1984
Diari,
Ini adalah hari pertamaku menulis diari. Um… aku harus mengawalinya dengan apa ya?
Kamis, 2 Februari 1984
Aku suka senja. Aku juga menyukai pantai. Karena itulah aku sering menatap senja di pantai…
Menyukai senja? Senja memang indah, tapi membosankan untuk terus menerus dilihat, menurutku. Aku bingung padanya.
Aku pun terus membaca dan membaca. Ternyata, dia adalah seorang penyuka cerita ya. Aku dapat menebaknya dari caranya menulis diari.
Senin, 2 Agustus 1985
Diari,
Ini adalah hari pertamaku menjadi murid SMA. Selama sepekan ini, angkatanku akan menjalani MOS. …
dia pun menceritakan pengalamannya pada tanggal 2 Agustus 1985 di dalam bukunya. Aku pun terus membaca dan membaca.
Rabu, 26 Maret 1986
Diari,
Aku merasa aneh dengan diriku sendiri. Akhir-akhir ini, jantungku selalu berdebar-debar ketika melihat, bertemu, ataupun berbicara dengan lelaki itu. Dan debaran ini terasa begitu menyenangkan. Apakah ini yang namanya cinta?
Lelaki itu bernama… tak perlu kuberitahu padamu ya, hehe. Aku tahu siapa namanya serta nama lengkapnya. Namun tak penting untuk kutulis…
Polos sekali dirinya. Bila hal itu terjadi, ya sudah pasti gejala tersebut bernama cinta. Tapi, siapa ya lelaki yang ia maksud? Kuharap, lelaki itu adalah aku.
Aku terus membaca dan membaca. Semenjak tanggal 25 Maret 1986, dia menjadi sering menulis tentang lelaki yang ia sukai. Namun, sampai sekarang aku belum menemukan siapa nama lelaki yang ia maksud. Aku belum melihat tulisan yang menuliskan siapa nama lelaki itu.
Selasa, 10 Maret 1987
Diari,
Tepat 17 tahun yang lalu adalah hari lahirku. Hari ini adalah hari pertamaku menginjak usia yang ke-17.
Memang, sebelumnya aku sama sekali tak pernah memberitahumu tentang hari ulangtahunku. Tetapi, hal itu ada alasannya. Tak mungkin aku melakukan sesuatu tanpa alasan sama sekali, kan?
Alasannya adalah… karena aku sedih. Aku selalu sedih bila mengingat hari lahirku. Kenapa? Karena, tak pernah sekalipun ada seseorang yang mengucapkan selamat untuk hari ulang tahunku, diberi kado ulang tahun pun tak pernah. Bahkan, orangtuaku cenderung lupa akan hari ulangtahunku, karena saking sibuknya bekerja.
Sebenarnya, hal ini adalah salahku. Aku tak pernah memberitahu pada siapapun kapan aku berulang tahun, sekalipun mereka sudah bertanya padaku…
Jadi, hari ulang tahunnya jatuh pada tanggal 10 Maret 1970? Tetapi, aku malah semakin penasaran. Kenapa dia tak pernah memberitahu kepada setidaknya satu orang saja bahwa pada tanggal tersebutlah ia terlahir di dunia, padahal dia juga ingin hari ulang tahunnya dirayakan, atau setidaknya diucapkan “selamat” oleh seseorang? Masih misterius.
Sabtu, 14 Maret 1987
Diari,
Aku takut. Kenapa ya, akhir-akhir ini aku sering merasa seperti ada seseorang yang mengamatiku, menguntitku, dan mengikutiku? Dan perasaan ini cenderung muncul ketika aku berada di sekolah dan atau pantai. Kuharap, ini hanya sekdar perasaanku dan bukan realita…
Jadi, selama ini ia merasa seperti ada yang mengikutinya? Namun ia tak tahu bahwa yang sering mengikutinya adalah aku.
Aku menatap jam dinding kamarku. Astaga, waktu telah menunjukkan pukul dua dini hari? Aku sampai lupa waktu karena membaca buku harian milik dia.
Aku melanjutkan bacaanku.
Rabu, 9 Maret 1988
Diari,
Aku takut. Hampir setiap hari aku merasa seperti ada seseorang yang menguntitku. Dan perasaan itu muncul saat ini.
Diari, hari ini adalah hari terakhirku menginjak usia yang ke-17, karena mulai besok, usiaku akan bertambah setahun.
Diari, banyak sekali hal yang kuharapkan tentang “lelaki itu”.
Aku harap, cintaku tak bertepuk sebelah tangan.
Aku harap, besok ia memberiku hadiah ulang tahun.
Aku harap, besok ia mengucapkan selamat atas hari ulang tahunku.
Aku harap, ia menghampiriku di pantai ketika aku sedang menikmati indahnya senja.
Aku harap, aku dapat menikmati senja berdua dengannya.
Dan masih banyak harapanku tentang dia, tentunya tak mungkin ku tulis semua harapanku itu. Aku tak yakin harapan-harapan itu akan terwujud. Tak mungkin lelaki itu juga mencintaiku. Banyak perempuan yang akrab dengannya. Banyak pula perempuan yang jatuh hati padanya. Sedangkan aku? Akrab pun tidak.
Aku belum pernah memberitahumu siapa lelaki yang selama ini ku cintai. Baiklah, aku akan memberitahukanmu siapa nama lelaki itu. Lelaki itu bernama Royfenn Alexander Rominde, atau biasa dipanggil Roy.
Diari, aku takut. Hampir setiap hari aku merasa seperti ada seseorang yang menguntitku. Dan perasaan itu muncul saat ini.
Aku membaca ulang kalimat tersebut, Lelaki itu bernama Royfenn Alexander Rominde, atau biasa dipanggil Roy. Untuk memastikan bahwa aku tidak salah membaca. Ternyata memang benar, aku tak salah membaca.
Jantungku berdebar-debar dengan cepat dan kencang. Royfenn Alexander Rominde (Roy) adalah aku! Jadi, selama ini cintaku tak bertepuk sebelah tangan…?
Dari kelima harapannya tersebut yang telah terwujud hanya satu, cintanya tak bertepuk sebelah tangan.
Hari ini adalah hari ulang tahun dia, 10 Maret 1988. Aku akan menjadikan hari ini adalah hari ulang tahun terspesial yang pernah ia alami. Aku akan mewujudkan keempat harapannya tentang aku yang belum terwujud hari ini.
Aku menatap jam dinding kamarku. Astaga, sudah pukul setengah empat pagi! Lama sekali aku membaca buku hariannya ini. Aku sama sekali tidak tidur malam ini hanya karena ingin membuang rasa penasaranku ini. Padahal, aku masih bisa membaca buku hariannya besok dan besok.
Semenjak tanggal 15 Januari 1984, dia sama sekali tak pernah absen menulis buku hariannya. Setiap hari, hal tersebut selalu dilakukan oleh dirinya.
Aku memang sudah selesai membaca buku hariannya, tetapi rasa penasaran ini tetap ada. Banyak teka-teki yang bermunculan di dalam benakku ketika dan setelah membaca buku hariannya. dia bahkan sama sekali tak pernah menuliskan siapa namanya di dalam buku hariannya.
Aku menutup buku tersebut dan membiarkannya tergeletak di atas ranjangku. Aku lalu bangkit dari dudukku dan ke luar dari kamarku. Aku akan berangkat ke sekolah lebih cepat dari biasanya, karena aku akan membeli sebuah hadiah untuk dia sebelum aku tiba di sekolah, jadi aku harus mandi lebih pagi dari biasanya.
Aku sudah siap berangkat ke sekolah. Aku menatap jam dinding kamarku. Waktu masih menunjukkan pukul lima pagi.
Jarak antara rumahku ke sekolah lumayan jauh. Wajar saja, jumlah SMA di Indonesia tidak terlalu banyak. Akan membutuhkan waktu sekitar setengah jam bila perjalanan dari rumah ke sekolah atau sebaliknya ditempuh dengan sepeda. Biasanya, aku berangkat dan pulang sekolah dengan mengendarakan sepedaku.
Aku berjalan ke luar dari rumah dan menduduki tempat duduk yang merekat pada sepedaku. Aku pun pergi meninggalkan rumah bersama sepeda dan tas ranselku.
Sekitar sepuluh menit kemudian, aku tiba di depan pasar tradisional. Pasar ini masih sepi. Wajar saja, matahari masih belum terbit. Biarpun sepi, tapi ada beberapa kios yang telah buka.
Aku turun dari sepedaku. Aku menghampiri salah satu kios yang sudah buka dan membeli sesuatu disana. Aku juga meminta Si Penjual untuk membungkuskan benda tersebut dengan kertas kado.
Setelah benda tersebut terbungkus kertas kado dengan rapi, aku memasukkan calon hadiah dia ke dalam ranselku. Aku meninggalkan kios tersebut, menaiki sepedaku dan berangkat ke sekolah.
Aku pulang dari sekolah dengan perasaan kecewa. Jam sekolah sudah habis, namun seharian ini aku sama sekali belum melihat dia di sekolah. Ada apa dengannya? Apa ia tak masuk sekolah? Aku tak ingin menggagalkan rencanaku ini. Aku masih memiliki sore hari untuk bertemu dengannya di pantai. Bagaimanapun juga, aku akan tetap berambisi untuk mewujudkan keempat harapannya itu. Hari ini akan menjadi hari terspesial bagiku dan baginya. Pasti.
Aku duduk di tepi ranjangku. Sebentar lagi waktu akan menunjukkan pukul lima sore. Baru saja satu jam aku berada di rumah, aku sudah bergegas pergi dari rumah lagi dengan membawa kado ulang tahun. Namun, tentunya aku sudah mandi sepulang sekolah tadi.
Aku mengendarai sepedaku menuju pantai. Beberapa menit kemudian aku tiba di pantai. Aku memarkirkan sepedaku di tempat biasa aku bersembunyi di pantai. Aku tak melihat dia berada di sekitar sini. Kurasa, akulah satu-satunya manusia yang saat ini berada di pantai ini.
Aku melirik arlojiku. Waktu telah menunjukkan pukul setengah enam sore. Namun, hingga sekarang, aku belum bertemu dengan dia. Aku jadi khawatir padanya. Aku merindukannya. Aku ingin tahu dimana keberadaannya sekarang. Aku ingin tahu apa kabarnya.
Mataku tertuju pada gubuk jelek dan kecil yang berada di salah satu sudut pantai. Mungkin saja, di dalam gubuk tersebut ada seseorang yang mengenali dia. Aku berjalan menuju gubuk tersebut. Begitu tiba di depan gubuk tersebut, aku mengetuk pintu yang terbuat dari bambu.
“Halo, ada orang di dalam?” tanyaku dengan nada suara yang ramah. Namun aku tak mendapat jawaban. Aku mengetuk kembali pintu bambu tersebut seraya berkata, “Ada orang di dalam?”
Terdengar sebuah jawaban dari dalam gubuk tersebut, “Masuklah,”. Rasanya, suara ini terdengar familiar di kupingku. Ah, mungkin hanya perasaanku.
Dengan ragu, aku pun membuka pintu gubuk tersebut dengan pelan. Aku lalu memasuki gubuk tersebut. Namun, tak ada siapapun di dalam. Tiba-tiba, rambut-rambut pada tanganku berdiri. Di dalam gubuk tak ada orang, tetapi tadi ada seseorang yang menjawab kata-kataku dari dalam gubuk. Kalau tidak ada siapapun, lalu siapa yang membalas kata-kataku barusan?
“Halo…?” kataku ketakutan. Aku menelusuri isi gubuk ini. Namun tak ada satu pun orang di dalam. Aku menjadi merasa semakin takut. Sebaiknya, aku ke luar saja dari gubuk kecil ini.
Aku pun ke luar dari gubuk tersebut dan menutup pintu bambu dengan cepat. Aku lalu berlari terbirit-birit menuju tempat persembunyianku. Gubuk yang menyeramkan. Untung hari masih sore, belum malam.
APA!? Apakah aku tidak salah lihat? Ada dia di tepi pantai! Mustahil. Ini mustahil. Bagaimana mungkin ia muncul di tepi pantai secepat itu?
Aku terus memperhatikan perempuan yang sedang duduk memeluk lututnya di tepi pantai itu. Perempuan itu benar-benar dia! Aku tidak salah lihat!
Aku harus menghampirinya sekarang. Harus. Aku telah berjanji pada diriku sendiri untuk membuat hari ini adalah hari ulang tahun terspesial bagi dia dan aku tak boleh mengingkari janjiku.
Aku melirik arlojiku. Waktu telah menunjukkan pukul setengah enam sore lewat sepuluh menit. Lalu, kutujukan mataku pada langit. Senja sudah muncul. Inilah saat yang tepat untuk menghampirinya.
Aku mengambil kado yang berada di keranjang sepedaku. Kado tersebut berukuran sekitar 10 cm x 15 cm. Kado tersebut aku umpati di belakang tubuhku dengan tangan kiriku.
Aku berjalan pelan menuju tepi pantai untuk menghampiri dia. Aku berjalan dan berusaha untuk tidak bersuara agar menjadi kejutan manis untuk dia.
Sebentar lagi, aku akan sampai di sebelahnya. Jantungku berdebar-debar. Aku berusah untuk merilekskan debaran ini, namun aku tak bisa.
Aku menaruh kado yang kubawa tepat di belakang tubuhnya, pada perpasiran yang kering tentunya. Uh, jantungku sangat berdebar-debar. Aku tak boleh gugup untuk memberinya kejutan manis.
Aku pun duduk memeluk lutut tepat di sebelah kirinya dan menghadapkan wajahku padanya. Secara refleks, dia memalingkan wajahnya ke arahku. Aku pun melemparkannya sebuah senyuman tipis. Sebenarnya, aku bisa saja dengan sangat mudah melemparkannya sebuah senyuman lebar, namun tidak kulakukan untuk kali ini.
Aku dan dia saling bertatap wajah dalam waktu yang singkat. Jarak antara wajahku dan wajahnya sangat dekat. Ini adalah pertama kalinya aku menatap wajahnya dengan jarak yang sedekat ini. Debaran jantung ini… semakin lama semakin keras. Aku terus berusaha menenangkan jantungku walau sulit sekali.
Begitu menyadari bahwa lelaki yang duduk di sebelahnya adalah aku, ia langsung mengembalikan posisi wajahnya lalu menundukkan wajahnya. Jantungku semakin berdebar-debar.
Dua harapannya telah terwujud. Aku telah menghampirinya ketika ia sedang duduk di tepi pantai.
“Kenapa? Kamu terkejut ya? Haha,” kataku dengan senyuman lebar. “Bagaimana… kamu bisa berada disini?” tanyanya. “Sore ini, aku merasa bosan berada di rumah. Sekali-sekali aku ingin pergi ke pantai dan memandang senja. Saat aku berjalan menuju tepi pantai, tiba-tiba aku melihat ada kamu disini. Karena itulah aku menghampirimu,” kataku dengan dipadukan bumbu kebohongan.
“Kamu juga menyukai senja?” tanyanya. “Sebenarnya sih, aku tak suka menatap senja, namun tidak pula tak suka. Ya, biasa saja,” kataku. Aku menghadapkan kepalaku ke arah matahari yang berada di depan mataku.
“Aku bingung padamu. Kamu tidak tertarik menatap senja, tetapi kamu malah datang ke pantai untuk menatap senja. Dan mengapa kamu menghampiriku?” ucapnya dengan nada suara yang sendu. Aku menghadapkan wajahku ke arahnya. Wajahnya sedikit menunduk dan matanya menatap lautan pantai. “Memangnya kenapa? Dan, mengapa kamu tampak bersedih?” tanyaku lembut.
“Tidak apa-apa, hehe. Aku sedang tidak sedih kok,” ucapnya. Aku yakin, pasti dia sedih karena kehilangan buku hariannya. Namun ada aku disini untuk menghiburnya. Di balik kesedihannya karena kehilangan buku harian, pasti ia senang karena ada aku disini. Pasti jantungnya berdebar-debar. Bukan hanya jantungnya yang berdebar-debar, tetapi jantungku juga berdebar-debar.
Aku kembali menatap senja. “Kamu belum menjawab pertanyaanku,” lanjut dia. Hah? Pertanyaan? “Pertanyaan apa?” tanyaku. “Hahaha, bisa-bisanya dirimu lupa. Padahal belum sampai semenit aku menanyakan hal ini padamu,”
“Maaf, aku tak ingat, hehe. Ulangi lagi dong,”
“Mengapa kamu menghampiriku?”
Kenapa dia harus menanyakan hal itu? Apa ia tak senang ada aku disisni? Tidak, tak mungkin ia tak suka.
“Aku menghampirimu karena…” kataku. Karena aku mencintaimu. Karena aku ingin mewujudkan impianmu. Tapi, aku tak boleh memberitahu alasan itu padanya. Aku belum siap ia mengetahuinya. “Karena aku ingin menatap senja bersamamu.”
Begitu mendengar kalimat yang keluar dari bibirku, ia langsung mengangkat wajahnya yang tertunduk. Tatapan matanya tampak seperti sedang menatap senja, padahal tatapannya kosong.
Aku menatapnya. Wajahnya tampak sedang menahan sebuah senyuman. Pasti jantungnya berdebar-debar.
“Woy, kenapa kamu bengong?” tanyaku. Ia pun tersadar dari lamunannya. “E-enggak, hehe. Aku sedang menatap senja,” jawabnya. Aku pun menatap senja bersamanya.
Aku meluruskan kakiku. Dengan ragu, aku mendekatkan tangan kiriku mendekati pundak kirinya dari belakang tubuhnya. Aku ingin merangkul pundaknya. Tetapi, aku takut dia marah. Tidak, aku harus tetap merangkul pundaknya. Aku harus menghapus keraguanku ini.
Sampailah tangan kiriku pada pundak kirinya yang dilapisi pakaian berlengan panjang. Ia sangat terkejut karena aku merangkul pundaknya. Namun, aku berpura-pura tidak tahu bahwa ia terkejut. Aku mencoba untuk bersikap tenang dan tidak salah tingkah.
“Hampir saja aku lupa. Hari ini kamu ulang tahun kan? Selamat ulang tahun, ya…!” kataku dengan nada yang menyenangkan. Selesai sudah empat harapannya terwujud. Hanya sisa satu lagi harapan yang telah ia tulis kemarin tentang diriku.
Aku menatap wajahnya dengan senyuman. Ia terus menatap ke arah depan dan menahan senyuman salah tingkahnya.
“Eh, maaf ya aku memegang pundakmu,” kataku dan melepaskan tangan kiriku dari pundaknya. “I- iy- iya,” ucapnya terpatah-patah. Dengan tangan kiriku, aku mengambil yang telah kuletakkan tepat di belakangnya. Aku memegang kado tersebut dengan kedua tanganku.
“Aku akan sangat kecewa bila kamu tak menerima hadiah ini,” kataku seraya menjulurkan kedua tangan yang sedang memegang kado. Matanya melirik kado yang berada di kedua tanganku. Ia pun menerima kado itu dan kini kado tersebut berada di tangannya.
Aku menatapnya. Wajahnya tertunduk menatap kado yang kuberikan dan… pipinya merah sekali! Astaga, sedari tadi, jantungku berdebar-debar.
Akhirnya, selesai sudah misiku untuk mewujudkan kelima impiannya. Namun, aku belum menyatakan perasaanku padanya, sehingga belum tentu ia tahu bahwa ia tak bertepuk sebelah tangan. Berarti, ia menganggap bahwa hanya empat harapannya tentangku (yang ia tulis pada buku hariannya kemarin) yang telah terwujud. Kalau begitu, aku akan menyatakan perasaanku padanya.
“Aku…” kataku. Aku menatap wajahnya yang merah padam dan menahan senyuman salah tingkah. Tiba-tiba, ia menutup matanya dan kepala beserta setengah badanku terjatuh di atas kakiku. Sebelum dirinya menyentuhku, aku telah menangkap kedua pundaknya dengan kedua tanganku.
“Kamu kenapa!?” tanyaku khawatir. Segera saja aku sadar bahwa ia pingsan. Aku pun mengangkatnya dan aku pun bangkit dari dudukku. Kado yang sebelumnya ia pegang kini terjatuh ke tepi pantai dan terkena sedikit air laut.
Kado bukanlah hal yang penting diperhatikan saat ini. Yang terpenting adalah, apa yang harus kulakukan?! Aku tak tahu aku harus bagaimana. Apakah aku harus meminta pertolongan pertama? Tetapi kepada siapa? Di pantai ini hanya ada aku dan dia, sedangkan dia memerlukan sebuah pertolongan.
Gubuk! Ya, gubuk aneh itu! Mungkin saja, kini di dalamnya sudah ada seseorang, dan aku bisa meminta pertolongan kepada orang yang berada di dalam sana.
Aku mengangkat tubuhnya dan berlari membawanya menuju gubuk aneh itu. Begitu tiba di dalam gubuk tersebut, aku membaringkannya di atas ranjang yang berada di gubuk tersebut.
Aku duduk di kursi yang berada di sebelah ranjang tersebut. Aku menatap dia. Wajahnya lucu sekali. Aku menjadi merasa iba padanya, karena wajah polosnya yang sedang pingsan.
Aku terus menunggunya siuman. Apa aku harus memberinya napas buatan? Tidak, aku tidak boleh. Aku tak boleh ‘menghancurkan’ dirinya.
Lima belas menit telah berlalu. Tibalah saat dimana dia mulai membuka matanya. “Akhirnya, kamu sudah sadar!” ujarku antusias. dia menatapku lemas. “Kamu terkejut ya?” tebakku. Ia menarik nafas sebelum akhirnya berkata, “Iya, sangat terkejut.”
“Bagaimana kau tahu gubuk ini adalah rumahku?” tanyanya. Jadi, gubuk jelek ini adalah rumahnya? Kukira, ia akan menanyakan padaku tentang sepengatahuanku mengenai hari ulang tahunnya. “Tahu, lah.”
“Ngomong-ngomong, kamu tak tahu ya?” tanyaku. Ia tampak heran. “Tak tahu apa?” tanyanya kembali. Inikah saatnya yang tepat untukku menyatakan perasaanku yang sebenarnya padanya? Ya, mungkin. Aku harus.
“Aku suka kamu,” aku menyatakan perasaanku. dia tampak sangat terkejut. Dapat kulihat, kulit wajahnya yang putih bersih mulai tercemar oleh warna merah muda. dia tersipu malu?!
Aku telah menyatakan perasaanku yang sesungguhnya padanya, tetapi hingga sekarang aku tak tahu siapa namanya. Apa aku harus menanyakan hal itu? Tidak, kurasa tidak. Aku takut bila aku menanyakan hal itu, ia sakit hati. Aku tak ingin ia berpikir bahwa aku hanya berpura-pura jatuh hati padanya.
Aku tak ingin hal itu terjadi. Tapi aku ingin tahu siapa namanya. Tidak, aku tak boleh menanyakan hal ini padanya. Aku harus menahan rasa penasaranku. Aku harus mencari tahu siapa namanya tanpa menanyakan hal ini secara langsung padanya.
Mungkin Tuhan telah menakdirkan dia untuk menjadi misterius selamanya…
-----
end
-----
Cerpen Karangan: Mufidah Nurul Azizah
Blog: mufidahna.blogspot.com
Nama: Mufidah Nurul Azizah
ig: @mufidahna
Cerita Sunset And The Misterious Girl merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Labels: ,

Saturday 22 October 2016

Gudang Misterius Pengungkap Sebuah Rahasia (Part 2) , Cerpen Horor

Judul Cerpen Gudang Misterius Pengungkap Sebuah Rahasia (Part 2)
Cerpen Karangan: Hayatus Shaleha
Kategori: Cerpen Horor (Hantu) ,
Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 22 October 2016

Di dalam keheningan ini, tiba-tiba seorang nenek masuk ke ruang inapku yang mengagetkan kami semua.
“apa yang dikatakan syasya itu semuanya benar-benar dia alami” kata nenek itu membelaku
“nenek siapa?” tanyaku
Nenek itu terdiam beberapa detik dan semua mata tertuju pada sang nenek untuk mendengar penjelasan nenek itu.
“Apakah nak Diki dan rio ingat kenapa kalian bisa menemukan Syasya di dalam gudang itu?” sang nenek malah bertanya pada Diki dan Rio
“akuuu… ya selama seminggu hilangnya syasya aku selalu bermimpi, bahwa syasya meminta pertolonganku dan suara syasya selalu berasal dari gudang itu, aku tak mengerti dengan mimpiku itu. setelah dua hari berlalu aku mencoba untuk memecahkan hilangnya syasya ini, sedikit demi sedikit aku mencari informasi dari orang-orang yang terakhir melihatnya.
Pertama-tama aku bertanya dengan teman-teman kelasku, dan akhirnya ada yang menjawab kalau syasya setelah besih-bersih pergi ke luar untuk membeli cappucino cincau. Kedua aku pun menanyakan teman-teman kelas lain. namun susah juga mendapat informasi itu karena tidak semua kelas XII mengenal teman seisi sekolah ini, hingga akhirnya ada seorang adik kelas mengatakan bahwa syasya sedang berbincang-bincang dengan ibu sella di depan kelas. Aku pun langsung menanyakan hal tersebut kepada ibu sella. Ketika aku bertanya pada bu sella, bu sella tampak kebingungan karena pada hari sabtu hilangnya syasya tersebut bu sella tidak hadir ke sekolah karena anaknya masuk Rumah sakit. Dari situlah ada hal yang mengganjal pikirku. Aku pun mencari informasi lagi dari teman-teman yang lain. aku pun menemukan Booby temanku XII Ips 2 yang kelasnya paling pojok, kata Bobby sabtu hilangnya syasya tersebut dia melihat syasya pergi sendiri menuju gudang belakang sekolah. Karena bobby penasaran dia pun mengikuti syasya dari belakang tanpa sepengetahuan syasya. Namun, bobby kehilangan jejak syasya karena dia tersandung batu. Setibanya di depan gudang, gudang tersebut masih tekunci rapat. Tapi tak ada syasya disana padahal tak ada jalan lagi setelah gudang ini tutur bobby dia pun kembali kekelasnya. Dari situlah aku berpikir keras dari informasi yang kudapatkan hingga malam minggu itulah aku memberanikan seorang diri menuju gudang itu, ternyata aku mendapatimu tak berdaya dan tak lama aku menemukanmu datanglah Rio” jelas diki sedetail mungkin

“iya sya, aku juga mendapat informasi dari bobby seperti itu, awalnya aku tak percaya kamu berani datang ke gudang terlarang itu, namun rasa penasaranku menjadi-jadi hingga aku berencana malam minggu datang ke gudang itu seorang diri, takutnya kamu bener-bener berada di dalam gudang itu. sesampainya aku disana, gudangnya terbuka langsung saja aku berlari ke dalam mengeceknya. Kudapati diki dan kamu disana.” terang rio padaku
“dan juga aku menemukan secarik kertas terjatuh dari tubuhmu, dan kubaca kertas itu sepertinya nomor buku yang ada di perpustakaan. Keesokan harinya aku pun ke perpustakaan dan mencari buku sesuai dengan nomor yang tertera di kertas itu dan aku pun menemukan buku ini” rio memberikan buku yang terlihat sangat kusam padaku
“sepertinya sebuah album” sahutku pelan.

kubuka perlaham-lahan album itu. dan aku tersontak kaget ketika aku menemui sebuah foto yang mirip sekali dengan pak Joko susanto yang kutemui di gudang itu. kubaca album ini, pak Joko susanto adalah seorang tukang kebun sekolahku dua puluh tahun yang lalu, dia dinyatakan tewaas mengenaskan di gudang sekolah.
Aku kaget dan menjatuhkan album foto itu
“sya kamu kenapa, mukamu tampak pucat?” Tanya diki panik
“aaakuu.. aku..” aku terbata-bata dan tidak bisa meneruskann perkataanku
“sekarang kamu sudah mengerti kan gadis kecil yang cantik?” Tanya nenek padaku
“entahlah, aku bingung nek” sahutku dengan lemas
“aku adalah kepala sekolah SMA Bina Bangsa dua puluh tahun yang lalu. Dan aku memiliki kemampuan untuk membaca dan melihat keadaan seseorang serta dapat melihat makhluk-makhuk berbeda alam dengan kita.” terang sang nenek

“shintia, apakah kamu masih mengingat kejadian dua puluh tahun yang lalu di SMA Bina bangsa tepatnya kejadian di Gudang itu? itulah alasanku untuk melarang semua orang datang kesana dan menguncinya rapat-rapat”
“aku tak tau persis bagaimana kejadian itu bu” sahut mamahku
“shintia apakah kamu masih mengingat sahabatmu?” Tanya sang nenek lagi
“iya bu, sahabatku Dilla kan?” sahut mamah tampak sedih
“dilla sahabatmu yang mirip denganmu itu pacaran dengan Dion. Karena itu Tary anak pak Joko tidak terima. Dion memutuskan hubungannya dengan tary dan memilih dilla sahabatmu. Semenjak itulah dilla selalu dibully di gudang itu oleh tary tanpa sepengetahuanmu. Pada waktu itu tepatnya hai sabtu ketika kamu mendapat jadwal piket bersih-bersih kelas, dilla pun meminta izin pulang duluan denganmu. Ketika dilla ke luar kelas tary menyergapnya dan membawa dilla ke gudang belakang sekolah. Tary meluapkan kemarahannya dan berencana untuk membunuh dilla. Dia ingin menancapkan pisaunya ke tubuh dilla namun dilla menangkisnya hingga pisau itu tertancap di tubuhnya sendiri. hingga tary pun kehilangan nyawanya sendiri karena banyak kehabisan darah. Dilla bingung, takut dan histeris. Dia pun berlari sekencang-kencangnya meninggalkan gudang itu, ketika dia ke luar dari gudang, dia berpapasan dengan istri pak joko. Istri pak joko sempat melihat wajah dilla dengan kebingungan. Ketika istri pak joko masuk kegudang dia menemukan anaknya tak bernyawa dan dia mengambil kesimpulan bahwa gadis yang berpapasan dengannya tadilah yang membunuhnya. Dia tidak terima dan berusaha balas dendam.

Dilla selalu diteror oleh istri pak joko dan sempat dilla dibawa ke gudang untuk dibunuh oleh istri pak joko namun pak joko yang menyelematkan dilla lah yang tewas waktu itu. dilla pun diminta pak joko untuk menyelamatkan dirinya.

Karena kejadian-kejadian yang dialaminya, dilla pun mengalami gangguan jiwa dan dibawa ke rumah sakit jiwa oleh orang tuanya, dan hingga sekarang dia masih bertahan di rumah sakit itu. istri pak joko terus mengganggu dilla dan mencari keberadan dilla.

Setelah lima tahun telah berlalu Ketika dirumah sakit dia melihatmu melahirkan, dia mengira kamu adalah dilla. Karena wajahmu dan dilla mirip. Ketika anakmu lahir, diam-diam dia menukarkan anakmu dengan anak lain yang tak bernyawa, sehingga dokter, kamu dan suamimu mengira anakmu telah tiada.” terang sang nenek panjang lebar

“tungggu bu, istri pak joko menukarkan anakku?” mama tersontak kaget dengan penjelasan sang nenek
“iya, dia telah menukarkan anakmu, anakmu dia titipkan di panti asuhan dan dia diadopsi oleh orang lain, dan sekarang dia masih hidup”.
Kali ini aku, mamah dan adikku tersontakk kaget. Aku sangat kaget bahwa aku memiliki kakak. Nenek pun meneruskan ceritanya.

“anakmu tumbuh menjadi anak lelaki yang tampan cerdas dan baik hati. Dan dia sekarang berada sangat dekat dengan kalian. Setelah istri pak joko menukarkan anakmu dan menitipkannya ke panti asuhan dia sangat senang dan ke luar dari panti asuhan itu tanpa memperhatikan jalan hingga mobil truk menabraknya dia pun tewas di tempat. Namun, arwahnya masih bergentayangan mengganggu anakmu syasya”. jelas nenek dan menatapku iba

“kenapa dia menggangguku dan ingin membunuhku nek, dia pernah mengatakan padaku kalau aku harus mati di tangannya?” sahutku dengan rasa kepoku.

“karena wajamu mirip dengan dilla dan mamahmu dimasa SMA dulu, hingga api kedendaman arwah istri pak joko itu pun berkobar lagi dan ingin membunuhmu. untungnya syasya sudah memusnahkannya. buang botol itu ke sungai” terang nenek
“dimana keberadaan kakak pertamaku nek, kata nenek kan dia sangat dekat dengan kami” Tanya sylsia
Semua mata pun kembali tertuju pada sang nenek…
Nenek pun mengambil napasnya dalam-dalam barulah dia melanjutkan pembicaraannya.

“apakah syasya dan Nak Diki tidak merasakan ikatan batin dan tidak menyadari wajah kalian itu mirip?” kata nenek yang membuatku dan diki saling beradu pandang dengan kebengongan.
Setelah beberapa detik aku dan diki beradu pandang, diki pun angkat bicara.

“maksud nenek apa, aku tak mengerti?” sahut diki agak heran
“kamulah kakaknya syasya yang ditukarkan oleh istri pak joko tersebut” sahut nenek singkat, padat dan berisi.
Suasana tampak hening tak ada satu pun yang angkat bicara, kami semua saling adu pandang.

“nek, nenek jangan asal ngomong dong, aku bukan kakak syasya, aku dan syasya terlahir berbeda Rahim. Aku anak chika dan toni. Aku bukan kakak syasya, aku adalah orang yang meyayanginya, aku sangat mencintainya, sangat mencintainya nek. Jangan katakan itu ku mohon jangan katakan itu, itu membuat hatiku terluka nek” bentak diki dengan linangan air mata.

“jika nak diki tak percaya, kamu boleh Tanya sama orang tua asuhmu, apakah dia melahirkanmu atau mengadopsimu. Kalau kamu mau kamu juga bisa melakukan tes DNA” usul sang nenek
Kulihat diki sangat terpukul dengan perkataan nenek itu, dia sangat tidak terima kalau dia adalah kakakku, aku tahu betul karena dia sangat mencintaiku sebagai seseorang yang berharga untuknya, sebagai kekasihnya. Dia mencintaiku bukan sebagai kakak dan adik. Aku bisa memahami perasaannya saat ini.
“dik, yang sabar yah.” pintaku dengan membelai rambutnya untuk menenangkannya.
Dia tidak menggubris perkataanku, dia langsung ke luar meninggalkan kami semua.

Dua hari kemudian aku pun diizinkan oleh dokter pulang ke rumah. Papah pun juga langsung pulang cepat dari kerjanya. Sepertinya mamah sudah menceritakannya pada papah.

“kak, bagaimana keadaan kak diki yah?” adikku memecahkan lamunanku.
“aku juga gak tau syl, aku takut menghubunginya. Untuk saat ini biarlah dia menenangkan pikirannya terlebih dahulu. Besok, di kelas kucoba mengobrol dengannya”.

Keesokan harinya aku pun berangkat sekolah dengan sylsia diantar oleh sopir pribadiku, pak sudirman. Sesampainya di kelas, aku tak menemukan diki. Tampaknya dia masih terpukul dan tidak bisa hadir ke sekolah pikirku.
Sepulang sekolah, aku, rio dan sylsia diantar pak sudirman ke rumah diki. Ternyata diki tidak pulang ke rumah selama dua hari ini kata ibunya, dia menghilang dari rumah setelah mengetahui kebenarannya.

Orangtuanya sangat panik. Aku pun meneleponnya namun tidak diangkatnya. Kukirim banyak sms padanya namun tak satu pun dia balas.
“oh tuhan, kemanakah kamu dik, aku sangat khawatir dengan keadaanmu. Kumohon pulanglah dik. Aku sangat menyayangi dan mencintaimu sebagai sahabat dan kali ini aku bener-bener menyayangi dan mencintaimu kak diki. Kumohon kembalilah” pintaku hingga meneteskan air mata.

“sya, tenang yah. diki pasti pulang kok. Kamu jangan nangis gitu dong jelek tau. My princess and my lovely gak boleh nangis gitu, gak asik ahh” canda rio
“my princess and my lovely apaan sih kamu yo, canda mulu” ledekku
“sya, aku seirus nih. Kamu itu my princess and my lovely. Aku juga sayang dan cinta sama kamu seperti diki mencintaimu” tutur rio
Sssst aku tersontak kaget menndengarnya.
“kita pulang ke rumah aja yuk” ajakku
Rio diem dan akhirnya mengikuti langkahku.

Setibanya di rumah, aku mendapati Diki bersama mama dan papa, mereka saling berpelukan. “Sepertinya diki telah menerima kenyataannya dan menerimaku sebagai adiknya” pikirku tersenyum
“Syasya, sylsia, Rio, ayoo masuk. Jangan bengong kaya gitu, yukk duduk disini” panggil mama
Kami pun duduk di ruang tamu, sesekali aku memandang diki yang tampan yang sekarang dia adalah kakak kandungku.

“heii, ngapain kamu mandang aku senyam-senyum kaya gitu, nanti kamu jatuh cinta sama aku loh” canda diki padaku
“enggak kok, aku baru menyadari aja muka kita itu ternyata mirip ya. Bedanya kamunya tampan dan akunya cantik” pujiku
Semua orang tertawa melihat tingkah konyolku.
“iya sya kamu cantik banget, sampai-sampai aku jatuh cinta sama kamu” sahut rio santai
“ciyeee ciyeee ciyeee, kak rio nembak kak syasya yah, terima gak ka syasya?” Timpal sylsia tanpa memperhatikan perasaaan diki.

“ehemmm” diki berdehem
Aku pun langsung menatapnya dan tersenyum manis untuknya.
“ihhh apaa-apaan sih sylsia, aku dan rio kan dari dulu hingga sekarang Cuma sahabatan, iya kan kak diki?” lirikku pada diki

“entahlah” sahutnya ketus.
“oh iya tadi bu chika sangat khawatir sama kamu dik, setidaknya kamu harus menghubunginya dulu sana” timpal rio.
“okey rio” sahutnya singkat.
Suasana sekarang tampak nyaman dan damai, ditambah lagi diki oh iya kak diki menjadi bagian dari keluargaku.
Aku, rio dan kak diki pun duduk di Taman rumahku saling dia-diaman.
“kak diki, makasih ya sudah mau menjadi kakakku, aku sayang dan cinta sama kakak” kucubit pipi kanan diki.
“ihh apa-apaan sih cubit-cubit gak jelas, iya aku lagi proses untuk menyayangi dan mencintaimu sebagai adikku serta aku juga berusaha mengikhlaskanmu untuk si bocah tengik di sampingmu itu” ledek diki pada rio
“apa kamu bilang, bocah tengik? Emang aku bocah apa?” sahutnya tak mau kalah
“udah-udah kalian berdua orang yang berharga dalam hidupku jadi jangan bertengkar karena aku, aku akan berusahan menjadi adik terbaik untuk kak diki dan berusaha menjadi sahabat terbaik untukmu rio” tuturku dengan senyuman
“denger tuh sahabat.. sahabat..” ledek diki
“sahabat aja nih ceritanya sya, bukan pacar gitu” pinta rio cemberut.
“mendingan aku jadiin sahabat kan daripada musuhku” ledekku pada rio
Kami pun bercada ria. Dan kak diki memutuskan untuk tinggal bersama kami. Keluargaku pun tambah harmonis dan hidupku pun tambah bahagia.
-----
The end
-----
Cerpen Karangan: Hayatus Shaleha
Facebook: yatus tushee
Cerita Gudang Misterius Pengungkap Sebuah Rahasia (Part 2) merupakan cerita pendek karangan Hayatus Shaleha , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Labels: , ,

Gudang Misterius Pengungkap Sebuah Rahasia (Part 1) ,Cerpen Horor

Judul Cerpen Gudang Misterius Pengungkap Sebuah Rahasia (Part 1)
Cerpen Karangan: Hayatus Shaleha
Kategori: Cerpen Horor (Hantu) ,
Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 22 October 2016

Hari ini hari sabtu, hari dimana seluruh warga SMA Bina Bangsa Malang mengadakan kerja bakti membersihkan seluruh lingkungan sekolahnya. Aku salah satu siswi kelas XII IPA 3 yang letak kelasnya berseberangan dengan perpustakaan. Namaku Khanza Syasya Nabilla. Aku mempunyai adik kandung namanya Khanza Syilsia Nadifha. Dia duduk di kelas X IPA 2. Kami semua menjalankan tugas kami masing-masing. Aku menyapu ruangan kelasku bersama temanku, kiky dan chaca. temanku yang lainnya juga mengerjakan tugasnya masing-masing. Setelah semuanya beres, aku pun keluar kelas untuk membeli secangkir Cappocino Cincau kesukaanku. Namun belum jauh langkahku, tiba-tiba ibu sella yang terkenal sebagai guru kiler di sekolahku memanggilku dan menyuruhku untuk membersihkan gudang di belakang sekolah.

“syasya, kamu sudah selesai membersihkan ruangan kelasmu kan?” tanya ibu sella padaku dengan sinis
“iya bu, ada apa yah?” sahutku
“tolong bersihkan gudang di belakang sekolah sekarang juga!” perintahnya padaku
“taaapi bu”. Belum selesai aku berbicara bu sella langsung meninggalkanku.
“katanya minta tolong, kok kaya gitu banget sih sama aku, emang aku punya salah apa”. Gerutuku.

Dengan lemas kulangkahkan kakiku menuju gudang itu, suasananya tampak sepi. Tak ada satu pun siswa lain selain aku yang disuruh untuk membersihkan gudang ini. Kubuka gudang ini…
“ya Ampun, gudang macam apaan ini, apa benar bu sella menyuruhku membersihkan gudang sekotor ini sendirian?” gerutuku senonohnya

Kumasuki gudang itu dengan perlahan-lahan, banyak barang-barang yang sangat berdebu. Dan gudang ini tampak sangatlah kotor. Ya jelas saja, kan gudang ini sudah dibiarkan 20 tahunan tanpa dibersihkan. Yang aku bingungnya lagi kenapa harus aku sendirian yang harus membersihkan gudang sekotor ini.
Craaakkk braggghkk. Suara pintu gudang itu pun tiba-tiba mendadak tertutup. Kucoba membukanya namun pintunya tak bisa terbuka. Aku pun terkurung di gudang ini tanpa sepengetahuan teman-temanku.

Aku menangis sejadi-jadinya walaupun kutahu tak akan ada yang bisa mendengar suaraku. Tak ada satu pun orang yang bisa menolongku. Bahkan aku pun lupa membawa handphoneku sebelum pergi ke gudang ini. Kesialan menghampiriku kali ini, pikirku. Aku tak berdaya, tak ada satu pun celah tempatku untuk ke luar. Semuanya tertutup rapat.

Brukkk!! Tiba-tiba ada suatu benda jatuh dari atas lemari, dan tepat jatuh di samping kakiku. Kuambil benda itu. ternyata sebuah botol kecil berisi cairan. Entah cairan apa itu aku tak mengetahui sepenuhnya. Kupegang botol itu dengan tampak heran dan kebingungan.
“cepat kau minta permohonan pada botol itu, maka permintaanmu akan diwujudkan, usapkan sedikit cairan itu ketelapak taganmu dan ucapkan permohonanmu” suara lelaki paruh baya yang tak jelas keberadaanya.
“Namunnn… kau tidak boleh menggunakan botol itu untuk pergi dari gudang ini, kemanapun kau pergi aku akan menemukanmu gadis kecil” sahut seorang perempuan paruh baya dengan tawanya yang menggelegar membuat jantungku hampir saja berhenti berdetak mendengarnya
“cepat gadis kecil, mintalah permohonan pada botol itu, jangan kau dengarkan kata-kata perempuan ini” sahut lelaki paruh baya itu.

Lelaki paruh baya itu menampakkan wujudnya, keliatannya dia seperti tukang kebun sekolah ini pikirku.
“bapak siapa?” tanyaku dengan hati-hati
“namaku Joko susanto, cepatlah pergi gadis kecil” perintahnya padaku
“apa-apaan kau lelaki jelek, kenapa kau melindungi gadis itu” bentak perempuan paruh baya itu.
Aku pun mencoba menuruti perkataan lelaki itu.

“aku tak tau apakah ini benar-benar nyata. Aku hanya berharap keluarkan aku dari gudang ini, aku mohon, aku takut.” kupejamkan mataku dan kubuka ternyata aku sudah berada di depan gudang dan segera ku berlari pulang ke rumah karena hari sudah tampak gelap. Kumencoba memanggil mobil taksi untuk pulang namun tak ada satu pun mobil taksi berhenti untukku. Terpaksa kulangkahkan kakiku menuju rumahku yang jaraknya cukup jauh dari sekolahku.

Setibanya di rumah, kulihat pintu rumahku terbuka. Langsung saja aku masuk ke dalam rumahku. Kusapa mama, papa, adik, bi iyem pak sudirman yang sedang mondar mandir di dalam rumah. Namun mereka tampaknya tidak menyadari kehadiranku. Aku tak ambil pusing, karena aku merasa lelah, langsung saja kunaiki anak tangga menuju lantai dua tempat kamarku berada. Kurebahku tubuhku yang lelah ini di atas Kasur yang empuk kucuba memejamkan mata ini untuk menghilangkan beban yang kuderita, ingin ku tak mempercayainya tapi ini benar-benar nyata kualami.
“arghhh aku lelah, aku mau tidur” ucapku senonohnya.

Ketika aku memalingkan tubuhku ke arah kiri, betapa terkejutnya aku, kenapa di kamarku ada Rio syahputra dan Diki Armadjaya di sampingku dan ada pula adikku tertidur pulas di kasurku paling pojok.
“eh kalian ngapain di rumahku, tepatnya lagi ngapain kalian berbaring di sampingku” bentakku pada mereka.
Mereka hanya senyum-senyum tak jelas dan tak mempedulikanku.
“kalian budek atau apaan sih, cepat ke luar dari kamarku,” bentakku lagi
“kamu kenapa sya teriak-teriak gak jelas gitu, mending bobo cantik aja di sampingku” sahut diki.
“kamu jangan macem-macem ya dik, aku bakal teriak nih” ancamku.
“biar kamu teriak-teriak gak bakal ada yang peduli sama kamu, mending kamu diem aja disini, toh adikmu aja bobo cantik dengan tenang” ledek rio padaku.
“kok duniaku jadi aneh kayak gini sih, dari aku masuk rumah semuanya pada cuekin aku, ketika ku masuk kamar, adikku tidur pulas tanpa meyadari keberadaanku dan paling parahnya lagi kenapa ada dua orang gila di kamarku juga” gumamku dalam hati.

Tanpa kusadari akhirnya aku pun tertidur pulas setelah berdebat dengan dua lelaki itu. mungkin karena lelah inilah yang membuatku tertidur. Setelah aku terbangun dari lelapku, kulihat di sampingku masih ada Diki, Rio dan sylsia (adikku) masih tertidur pulas. Dan ketika aku menoleh ke kanan, aku melihat sesosok perempuan menatapku dengan tatapan yang tajam, melotot dan menyeringai padaku. Aku sangat ketakutan, kugerak-gerakan tubuh diki untuk membangunkannya karena aku ketakutam.
“dik, Diki bangun dong, aku takut dik” pintaku dengan gemetaran.
“ada apa sih sya, aku masih ngantuk nih” sahutnya tanpa mempedulikanku
“arghh, bangun dong dik, aku takut nih” pintaku lagi
“aishh ada apaan sih kok ribut-ribut segala?” tanya rio yang terbangun karenaku
“aku melihat sesosok perempuan menatapku dengan tajam dan menyeringai padaku di balik pintu itu” sahutku dengan ketakutan.
Rio pun mengecek ada apa di balik pintu yang kumaksud tadi.
“tidak ada seorang pun disini sya, kamu ngigau kali” timpalnya padaku
“enggak yo aku gak ngigau aku beneran ngeliat kok, ahh tau ahh kesel aku sama kalian” jawabku cemberut
Aku pun pergi meninggalkan kamarku dan pergi ke ruang tamu dengan cemberut.

“kamu marah ya sya sama aku?” Tiba-tiba rio mengejutkanku
“tau ahh” sahutku rada kesel dan pergi ke kamar mandi dan bersiap-siap melakukan aktivitas seperti biasanya.

Kali ini aku diacuhkan lagi, tidak biasanya aku ditinggal sarapan sendiri seperti ini. Mama, papa, sylsia, bi iyem dan pak sudirman semuanya panik, mondar mandir gak jelas, entah permasalahan apa yang membuat mereka mengacuhkanku seperti ini.

“galau tingkat nasional deh aku kayak gini, masa dicuekin orang seisi rumah, yang bener aja. Baru aja ketimpa kejadian sial masa ditambah sial lagi sih” gerutuku tak jelas
“mau aku temenin sya?” rio menawarkan dirinya
“gak ahh mending aku sendiri aja,” sahutku ketus
“sya selesai sarapan, aku tunggu di depan yah, kita berangkat bareng ke sekolah” teriak diki dari ruang tamu.
“okey” sahutku singkat.
Sepulang sekolah aku langsung ke luar gerbang sekolah, berjalan menyendiri melihat-lihat lingkungan sekolah yang kurasa tampak aneh ini. Tiba-tiba ada yang menyentuh pundakku
“mamah” sontak ku terkejut melihat mama di sampingku
Mama hanya membalasku dengan senyuman.
“Kamu tidak bisa menyelesaikan masalah ini sendirian sayang, sekarang kamu belumm benar-benar lolos dari makhluk itu, kamu harus melawan dan melumpuhkannya” sahut mamaku dengan ramah
“maksud mamah” aku tampak kebingungan dan kurang menyerap setiap perkataan yang mama lontarkan itu
“mamah akan membantumu untuk terbebas dari makhluk itu” jelas mama lagi

Brukkkk
Seseorang dari belakang menabrakku..
“sylsia…” teriakku
“mah, aku mau ke gudang belakang sekolah dulu, aku mendapatkan secarik kertas dan dipinta kesana” jelas adikku
“jangan syl jangan, disana berbahaya” pintaku pada adikku
“gak usah khawatir sayang, ini adalah kesempatanmu untuk melumpuhkan makhluk itu, percayalah kamu pasti bisa sayang, mamah akan selalu bersamamu” mamaku membelai rambutku dengan lembut
“mamah yakin aku bisa?” tanyaku ragu
“sangat yakin sayang” balas mama dengan yakin
Aku, mama dan sylsia adikku pun pergi menuju gudang itu…
Setibanya di depan gudang, jantungku berdegup kencang, hatiku tak karuan, sebenarnya aku ragu datang ke tempat ini kembali dan rasanya jiwaku terpisah dengan ragaku. Ahh aku harus bisa, harus” kataku dalam hati meyakinkanku.
Langkahku makin pelan, keraguanku terlihat tampak di mata mama

“jangan takut sayang, kamu harus yakin” mama menguatkanku dan memegang tanganku erat.
“baiklah mah” balasku meyakinkan
Kubuka gembok pintu gudang itu, dan tiba-tiba adikku meyelundup duluan masuk ke gudang itu.
“syll… tunggu kakak” teriakku padanya
“Aaaaaaaaaa…” sylsia berteriak dari dalam gudang.
Aku dan mama pun langsung berlarian menghampiri sylsia, dan tampaklah sesosok perempuan yang pernah kulihat di kamarku itu tersenyum menyeringai padaku.
“siii…aa..pa kamu, apa yang kamu inginkan dariku?” Tanyaku terbata-bata karena menahan rasa takutku ini
Dia tersenyum menyeringai dan terus menatap tajam padaku dan berkata “Nyawamu.. nyawamulah yang aku inginkan, kau harus mati di tanganku sekarang juga?” tawanya menggema.
“apa salahku?” tanyaku lagi dengan agak memberanikan diri

Diaaa mendekat… mendekat.. mendekat dan mencekik leherku, mamah dan adikku yang ingin menolongku dilemparnya jauh dariku. Sekarang hanya aku yang berhadapan dengannya, “napasku… napasku” lirihku. Aku hampir kehabisan oksigen karena dicekiknya.
Kulihat mama dan sylsia tak sadarkan diri.
“ahhh, botol itu…” gumamku dalam hati
“wahai pemilik bumi ini, aku mohon kepadamu musnahkanlah perempuan ini musnahkan dia dari dunia iini dan jangan pernah kembalikan dia kesini, aku mohon musnahkan dia sekarang juga” teriakku di dalam gudang
Sosok perempuan tersebut berubah menjadi asap, dia berteriak histeris dan kumasukkan asap itu ke dalam botol ini serta tak lupa kututup rapat botol ini.

Tak lama, penglihatanku menjadi kabur, kepalaku pusing, napasku menjadi sesak semuanya menjadi gelap … gelap dan gelap. Aku pun terjatuh terkulai lemah tak berdaya, aku tak sadarkan diri di gudang ini.

Sepintas aku mendengarkan suara pintu gudang terbuka dan suara langkah kaki menujuku serta dia memanggil-manggil namaku
“sya, syasya kamu kenapa? Kumohon sadarlah, sadarlah sya, aku gak mau ditinggalin kamu, aku sayang kamu sya, aku sangat mencintaimu, aku mohon tetaplah bersamaku, bertahanlah sya” lelaki itu meneteskan air matanya sejadi-jadinya.

Kreekkkk..
Pintu gudang terbuka lagi. Kali ini suara langkah kakinya tampak berlari menujuku.
“sya, kamu kenapa sya? Ada apa dengan syasya dik? Apa yang terjadi?” Lelaki itu bertanya-tanya dan kedengarannya terlihat panik melihat keadaanku.
“aku gak tau rio, ketika aku masuk ke gudang ini, aku mendapati syasya dalam keadaan seperti ini” jawab diki dengan suara serak.

Rio dan diki pun memopong tubuhku membawaku ke luar dari gudang ini dan setelah itu aku tak tau lagi apa yang terjadi padaku.


Aku telah sadarkan diri dan mendapati diriku berada di ruangan yang tampak asing bagiku yaitu Rumah Sakit.
Kubuka perlahan-lahan mataku, dan kutemui mama, sylsyia, Diki, Rio dan pak sudirman di sampingku.

“kakkk…” panggil sylsia lirih padaku
Aku hanya balas dengan senyuman
“sya, kamu kenapa? apa yang terjadi denganmu? Kamu udah bener-bener baikan? Apa yang sakit? Kenapa seminggu ini kamu berada di gudang itu?” rantaian pertanyaan terlontar dari mulut wartawan, ya dia Diki lelaki tampan dengan tinggi dan berat badan yang ideal, baik hati dan banyak plus nya deh. “Tampaknya sekarang dia berbakat juga jadi wartawan yah” candaku dalam hati.

“kok kamu senyum-senyum sya, selama seminggu ini apa yang terjadi dengan kamu disana?” tanya diki lagi
“What, aku gak salah denger nih, selama seminggu aku berada digudang itu, yang bener aja” pikirku tampak kebingungan
“kok malah bengong gitu sih anak mamah ditanya temennya tuh, kamu kenapa sayang, apa yang terjadi?” tanya mama tampak khawatir padaku.

“Tungggu..” sahutku liirih
“Apa bener aku seminggu disana?” tanyaku keheranan
“Dan mamah kok nanya aku sih kan mamah dan sylsia kan tau yang terjadi denganku kemarin di gudang itu, mamah juga yang memintaku untuk melawan dan melumpuhkan makhluk itu kan” jelaskuu
“mamah dan sylsia kak?” tanya adikku keheranan
“mamah dan adikmu baru nemuin kamu di Rumah sakit ini sayang, Diki dan Rio yang ngabarin mamah kalau kamu ditemuin mereka di gudang belakang sekolah” sahut mama dengan lembut

“terus yang kemarin mamah dan sylsia yang aku lihat itu siapa, yang ngajak-ngajak aku ngelawan makhluk itu?” gumamku pelan.
“Ohh iya tadi kata Diki aku berada di gudang itu selama seminggu kan? Aku aja baru kemarin kembali ke gudang itu, sebelumnya aku udah pulang ke rumah tapi kalian semua nyuekin aku dan paling parahnya lagi Diki dan rio ikut tidur di kamarku” jelasku dengan detail
“akuu?” sahut diki dan rio serentak
“iya kalian ngapain kemarin tidur di sampingku?” jawabku kesal
“aku dan rio gak mampir ke rumahmu sya, selama seminggu kami semua sibuk mencarimu, Tanya aja sama mamahmu, iya kan tante?” sahut diki
“iya sayang, diki dan rio gak ada ke rumah kita apalagi tidur ke kamar bareng kamu, dan kamu gak ada pulang selama seminggu ini” sahut mama meyakinkan perkataan diki
“kalian kenapa sih, jadi bingung deh aku”. Arghhh aku memegang kepalaku, rasa pusing kembali menyerangku.

“kamu istirahat aja dulu sya, gak usah mikir yang macem-macem dulu?” saran rio padaku sambil menyelimuti tubuhku
“aku benci kalian, kenapa kalian gak percaya sama aku. Aku gak bohong” bentakku dan kesal pada semuanya.

“apa yang salah sih, aku atau mereka yang aneh” gumamku dalam hati.
-----

Cerpen Karangan: Hayatus Shaleha
Facebook: yatus tushee

Cerita Gudang Misterius Pengungkap Sebuah Rahasia (Part 1) merupakan cerita pendek karangan Hayatus Shaleha , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Labels: , ,

Wednesday 19 October 2016

Pahlawan Kampung,Cerpen Fantasi

Pahlawan Kampung

Judul Cerpen Pahlawan Kampung
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 19 October 2016

“Mengapa tidak belajar?” Tanya Ibu kepada Rofa. “Bentar, lagi asyik nonton nih” jawab Rofa sambil asyik melihat televisi. Ya Rofa adalah anak yang cukup pemalas, hari harinya hanya bermain dan menonton televisi. Rofa berlari sambil menghirup udara segar di desanya itu, ya desa itu memang jarang terlewati kendaraan.

“Hei sedang apa kalian?” ternyata Rofa sudah sampai di lapangan. Teman teman Rofa terdiam karena sedang asyik membuat layangan. “AAAAA” ada sebuah teriakan dari sebuah rumah berwarna hijau, Ternyata itu adalah rumah teman Rofa yang bernama Rio. Mereka berlari ke arah rumah itu “ada apa bun?”. “Ada kucing mengambil ayam goreng yang bunda buatkan”. Memang kampung tersebut banyak sekali binatang yang suka mencuri makanan. Teman teman Rofa tidak terlalu menghiraukan dan kembali ke lapangan. Namun Rofa penasaran dan mengikuti kucing itu.

Ia mengikutinya hingga memasuki hutan, hutan tersebut sangat gelap. Tiba tiba dia sampai di sebuah gua, kucing itu memasuki gua tersebut. Dengan sedikit takut, Rofa memasuki gua tersebut. Ternyata banyak sekali binatang yang keluar masuk gua tersebut, Membuat Rofa semakin penasaran. Akhirnya dia melihat seorang lelaki tua gendut yang menghipnotis dan menyuruh binatang mencuri makanan dari kampungnya. Dia ingin melawan namun takut. Akhirnya dia memilih ke luar dari gua tersebut, Awalnya dia ingin memberi tau Teman temannya namun ternyata hari sudah mulai gelap. Dia pun pulang dan akan memberi tau teman temannya esok hari.

Esok pun tiba, Seperti biasa dia mandi, Sarapan dan sekolah. Sepulang sekolah dia menyuruh teman temannya berkumpul di lapangan. Mereka pun kumpul di lapangan, “ada apa Rofa” tanya Akbar sambil mengusap ngusap kucing. Akhirnya Rofa memberi tahu semua yang ia lihat, Namun teman temannya tidak ada yang percaya. “Begini saja, Kalian pulang dan bawa katapel dengan batu, Dan kita kumpul lagi disini” ucap Rofa. Akhirnya teman temannya mengiyakan permintaan rofa.
Rofa pun pulang dan mencari katapelnya. “Untuk apa katapel itu?”. Tanya Ibu kepada Rofa. “Untuk main Bu” jawab Rofa. Sang ibu pun tidak mengizinkan karena menurutnya katapel dan batu itu cukup berbahaya. Rofa pun terdiam dan tak tau akan melakukan apa. Tiba tiba sang Ayah yang sedari tadi mendengarkan sambil membaca koran, Berkata “sudahlah Rofa kan anak laki laki izinkan saja dia”. Sang ibu yang awalnya tidak mengizinkan akhirnya mengizinkan. Rofa pun cepat cepat ke lapangan karena takut teman temannya menunggu. Ternyata benar teman temannya sudah menunggu. “Kukira kau berbohong dan kabur” ucap Fathan dengan nada sedikit kesal. “Mana mungkin aku berbohong, Sudah cepat ikuti aku”. Mereka pun berjalan memasuki hutan. Mereka akhirnya sampai dia depan gua tersebut, Semakin banyak binatang yang keluar masuk gua. Akhirnya teman temannya mulai percaya. Mereka memasuki gua. Mereka pun membuat rencana untuk menangkap lelaki tua tersebut. Rencana mereka pun gagal, Mereka akhirnya bersembunyi di balik batu besar. “Rencana kita selanjutnya apa?” Tanya Akbar kepada Rofa.

Belum sempat menjawab tiba tiba ada seorang lelaki mendekati mereka. Mereka kira itu sang lelaki tua, Namun ternyata itu adalah seorang lelaki tampan lengkap dengan pedang dan perisai.
“Hei apa yang kalian lakukan disini” bisik sang lelaki tampan. “Kami ingin menangkap lelaki tua yang menghipnotis binatang” jawab Rio.
  
Ternyata setelah berbicara lebih lanjut, Sang lelaki adalah seorang pangeran dari sebuah kerajaan. Dia juga ingin menangkap lelaki tua gendut yang teryata seorang penyihir, Yang mencuri ilmu itu dari Pamannya. Dia diutus oleh Ayahnya untuk menangkap sang penyihir. Mereka pun bekerja sama untuk menangkapnya.

Akhirnya sang penyihir ditangkap dan diikat di pohon dekat gua. “Panggilkan seluruh penduduk kampung agar mereka tahu siapa yang mengambil makanan mereka”. Rofa, Rio, Fathan dan akbar pun memanggil seluruh penduduk. “Ya, Seperti yang kalian lihat, Dialah yang telah mencuri makanan dari kampung Kalian, namun kalian tidak usah menghiraukannya dia sudah ditangkap dan akan dikurung di kerajaanku. Atas nama Kerajaan Sihir saya meminta maaf” ucap sang Pangeran. “Dan jika kalian ingin berterima kasih, Berterima kasih lah kepada anak anak ini, Karena merekalah yang telah membantu saya menangkap sang penyihir”. Akhirnya penduduk kampung berterima kasih kepada Rofa dan temannya. Sang Ibu bangga, Karena dibalik sifat pemalas anaknya ada juga sifat kepahlawanannya. Akhirnya Rofa dan temannya disebut sebagai PAHLAWAN KAMPUNG.

-
end
-
Cerpen Karangan: Aleanzah
Facebook: Ridoka aleanzah

 Cerita Pahlawan Kampung merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Labels: , ,

Ayah ,Aku Berjuang ,Cerpen Pendidikan

Ayah, Aku Berjuang

Judul Cerpen Ayah, Aku Berjuang
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Pendidikan, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 21 September 2016

Namaku ika, aku kini duduk di bangku sma kelas 12. Aku bisa dibilang murid yang cerdas karena aku selalu menempati posisi peringkat 3 besar di kelasku. Aku benar-benar berjuang untuk mendapatkan prestasi itu, karena ayahku. Karena ayah selalu mendukung mimpi mimpiku dan meyakinkan aku bisa menggapainya. Dia satu-satunya orang yang percaya jika aku bisa menggapai cita cita ku.

Di hari itu, penerimaan raport tiba, aku berharap aku tak mengecewakan ayahku. Dan ternyata berkat usahaku, aku menempati posisi peringkat pertama di kelasku. Ayah tersenyum bangga karenaku. Lalu dia mengatakan “Kamu pantas memperjuangkan mimpimu nak!!”. “Tapi bagaimana dengan ibu yang tidak setuju dengan mimpiku yah?”. “Sudahlah, jangan kau pikirkan.. Sukses itu untuk dirimu nak, masa depan itu di tanganmu bukan di tangan orang lain” “Baiklah yah, aku akan berjuang”.
Aku merenungkan kata kata ayahku, tak sadar jika air mata ini menetes dengan sendirinya memikirkan sikap ibuku yang tak mendukung cita-citaku. “Oh tuhan.. Untuk apa aku pintar, jika mimpiku tak terdukung oleh salah satu orang yang berharga dalam hidupku, berikan jalan ya tuhan” kata kata itu terlintas dalam benakku sesaat, lalu aku menghapus air mataku dan mengingat kembali kata kata ayahku tadi, jika sukses itu karena usahaku.

Tanpa sengaja ibu menemuiku sedang menangis dan bertanya kepadaku “Kenapa kamu menangis?” aku pun hanya menjawab aku tak apa apa. Aku berpikir dalam hati apakah ibu tak ingin melihatku berdiri menggenggam kesuksesan, kenapa ibu tidak mendukung mimpiku. Ah ya sudahlah aku harus berkomitmen pada diriku sendiri. Aku tak perlu terlarut dalam kesedihan. Aku punya ayah yang menyemangati langkahku menuju kesuksesanku. Biar kubuktikan pada ibu jika aku mampu. Tuhan bantu aku, mudahkan urusanku. Ridhoilah cita citaku demi ayah dan keluargaku. Aku hanya ingin mereka merasakan kebahagiaan kelak di hari tua, aku hanya ingin membuat ayah dan ibu bahagia. Aku terus menyebut cita citaku dalam setiap doaku berharap jika harapan itu menjadi kenyataan.
Siang itu.. Aku memberanikan diri untuk bilang ke ibu bahwa aku akan tetap kuliah di fakultas impianku.

“Bu.. Apa ibu tidak ingin aku menjadi sukses?!” “Kamu itu ngomong apa. Ya orangtua pastinya mau anaknya itu sukses!!” “Tapi kenapa ibu sepertinya tidak mendukung aku kuliah di fakultas yang aku impikan?” “Kamu tuh sadar, bagaimana kondisi bapak sama ibu sekarang? Pokoknya habis lulus sma kamu harus kerja!” “Bu.. Asal aku dapat dukungan dari ibu, aku bisa usaha sendiri, setidaknya ibu menyemangati dan meridhoi cita cita ku itu sudah cukup.. Kalau ibu begini. Untuk apa aku selama ini pintar? Aku hanya ingin menaikkan derajat keluarga kita. Ya sudah bu.. Biarkan aku berjuang sendiri”. Lalu aku pergi ke kamar dengan keadaan menangis.

“Tuhan.. Begitu pedih kurasakan, aku tak tau apa yang harus kulakukan selain menangis”.
Lalu ayah menghampiri ku dikamar mengelus rambutku, dan menenangkanku dalam tangisku.. “Sudahlah nak tak perlu menangis, kamu kan tau sendiri bagaimana watak ibumu ” “Tapi yah…” “Huss sudah, ayo sekarang belajar, ayah temani” lalu aku pun mengambil buku, ayah terus menemaniku belajar di kamar. Ya tuhan terima kasih kau hadirkan ayah yang begitu sempurna dalam hidupku.. Yah, panjang umur ya, tunggu aku sukses dan mengukir senyum bangga ya.. Aku akan berjuang dengan mimpiku. Aku yakin pasti aku bisa!!
-
end
-
Cerpen Karangan: Pipin Aska Arandita
Facebook: Pipin Aska Arandita
04-09-2000
Cerita Ayah, Aku Berjuang merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Labels: , ,

Setangkai Mawar Putih, Cerpen horor

Setangkai Mawar Putih

Judul Cerpen Setangkai Mawar Putih
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Horor (Hantu), Cerpen Keluarga, Cerpen Penyesalan
Lolos moderasi pada: 18 October 2016


Percayalah padaku, maksudku ini sungguh. Aku tak berbohong kali ini, aku mohon percayalah padaku untuk kali ini. Dan, sekarang aku akan bercerita tentang Kay and Key. Yah, tebakanmu benar. Mereka itu… ‘KEMBAR’
“Kay jangan lari ayo kesini makan sayang”
“Momy… Momymom… Momymomy”
“Iya kay ayo makan, sama key…”
10 tahun kemudian…
“Mom… Tas key mana?”
“Bentar key, tunggu mom lagi cari buku kay”
“Apa apa kay apa apa kay, key bukan anak momy kan?!”
“Key…!!”
Yah, mungkin ini tak dapat dipercaya. Tapi yakinlah bahwa momy bukan tanpa alasan lebih memperhatikan kay dari key. Karena masa lalu itu…
“Key, belum pulang. Nanti pulang bareng yuk”
“Gak ah, key bukan siapa siapanya Kay”
“Key, adikku”
“Hey, adikmu. Kau bukan kakakku. Ingat itu!!”
Yah, hubungan mereka selalu tak akrab. Kay seorang yang pintar dalam segala mata pelajaran serta payah dalam hal tanding lapangan. Namun… Key sebaliknya.
“Dady, kay besok olimpiade loh. Dateng ya jam 7 pagi besok”
“Ok anak dady pinter banget”
“Dady besok jam 7 pagi key tanding basket, Dady nonton ya, pliss”
“Maaf Key, Dady udah janji sama Kay buat nonton olimpiade kay.”
“Tapi Dady tahun lalu Dady juga gak nonton pertandinganku kan!! Oh apa bener aku ini anak pungut, hingga apa apa selalu Kay, Dady jahat”
Maafin dady Key
Aku tak tau apa yang terjadi dengan semua ini, sejujurnya aku sendiri bingung. Biarkan Waktu Yang Menjawab Semuanya…
“Key…”
“Apaan sih, oh ya kalo kay mau jadi Kakak key. Kay tanding basket sama key”
“Dan bila kay menang key akan panggil Kay Kakak. Baiklah… Setuju”
Key pastikan, Kay tak kan pernah bisa menang
Aku tak tau apa yang terjadi selanjutnya tapi aku sangat yakin bahwa ini membahayakan nyawa… KAY
“Mari kita mulai ini Kay”
“Baiklah dik”
“Oh Kay berhentilah, kau belum menang pertandingan”
“Kay, Key, Kalian Siap”
“Siap” jawab mereka serempak
60 menit berikutnya…
“Permainan ini dimenangkan oleh Kay, Selamat Kay”
“Yeeee…”
“Hey KAK..”
“Adikku…”
Uhuuk…
“Kak kau tak apa?”
“Keadaanku baik sungguh”
Bruuk!!
“Cepat panggil ambulan”
Sekarang kau percaya kan, ini membahayakan hidup Kay. Dan aku tak tau apa dia bisa selamat atau tidak.
“Momy kakak…”
“Yah tenanglah, semua akan baik baik saja ”
Dokter pemeeiksa k eluar dari ruangan “Kalian keluarganya? Pasien dapat dijenguk namun untuk saat ini hanya satu orang yang boleh masuk ke sana”
“Momy ijinkan Key masuk”
“Iya sayang”
“Kak kay…”
“Hey… Aku tak apa jangan khawatir. Key ini ambilah baca apa yang ada di dalamnya”
“Diary? Ini diarymu kak?”
“Iya, dan jaga diary itu baik baik”
“Baiklah Aku akan pergi dulu”


Kau tau, diary kay memang tak pernah ada yang membaca isinya, namun percayalah. Bahwa aku selalu ada di sana di saat Kay menulisnya…
Ngomong ngomong apa isinya ya? Disini memang banyak fotoku dengan kakak dan yang paling menarik foto kelahiran kami, bukan fotonya namun catatan di bawahnya
“Momy aku ingin bicara sesuatu, begini salah satu bayimu bermasalah”
“Salah satu? Apa maksudmu? Apa maksud semua ini?”
“Yah, bayimu kembar. Dan salah satunya mengalami masalah pada jantungnya. Ia kuberinama KAYLA”
“Dan yang satunya, aku harap namanya adalah KEYLA”
“Bagus sekali nama yang indah”
Jadi kakak punya masalah jantung, dan aku telah memaksanya melakukan pertandingan konyol ini?! Aku memang bodoh, Keyla bodoh. Aku harus minta Maaf pada Kay!! Harus!!
“Kak… Aku kembali”
“Keyla…”
“Momy… Apa yang terjadi maksudku… Dimana kakak”
“Kakakmu… Sudah pergi meninggalkan kita Key. Dia hanya titip surat untukmu”
Adikku… Keyla, aku tau setelah membaca buku diaryku kau akan menemuiku. Tapi dia… Sang pencabut nyawa, tak bisa menunggumu kembali. Aku yakin hari ini kau tau apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa aku begitu diperhatikan. Yah, tapi aku mohon jangan menangis untuk kakakmu ini. Kau harus kuat Key. Percayalah aku ada di sampingmu… Selalu
Kakak…!!!
“Momy jenazah kakak di mana?”
“Itu di kamar yang itu”
“Kakak maafkan key ya kak, tapi key yakin kakak sudah memaafkan key dari dulu kan. Kak mungkin hanya mawar ini yang akan aku persembahkan di hari akhir nafas kakak. Mawar Putih melambangkan kesucian dan ketulusan cinta tanpa mengharap balasan”
Thaks Kak Kay…
Dan Terimalah Setangkai Mawar Putih…
DARIKU…
Percayalah!! Kau tak pernah tau aku siapa kan?! Dan kenapa aku tau segala tentang kehidupan Kay
Karena Aku… Roh Dari…
Kay…

-
end
-
Cerpen Karangan: Dzeffa
Ig: ANAK BAIK BAIK
Cerita Setangkai Mawar Putih merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Labels: ,

Hanya Allah Yang Tau ,Cerpen Religi

Hanya Allah yang Tahu

Judul Cerpen Hanya Allah yang Tahu
Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Islami, Cerpen Patah Hati, Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 12 October 2016
Sejenak kita saling berpandangan, menatap bola mata yang berbinar-binar menahan haru satu sama lain. Haru karena bertemu insan yang dirindu-rindu, sejak lama tak bertemu.
“Hari ini aku senang dapat bertemu denganmu kembali ukhti, namun aku datang dengan membawa banyak duka” katamu lirih sekali. Sambil sesekali menyeka air mata yang membanjiri pipi cabimu.
Batinku mulai menerka dan menebak mungkinkah dukamu ini karena pesanan doa yang belum dikabulkan oleh sang pengkabul doa? Aku yang begitu berambisi ingin sekali tahu tentang apa sebenarnya yang terjadi denganmu pun langsung sigap merangkai kalimat tanya yang kuusahakan agar tidak menyinggung perasaanmu. Ku akui, aku tidak terlalu pandai merangkai kata-kata menjadi kalimat tanya yang lembut. Dengan suara yang lirih pula aku mulai mengajukan pertanyaan sederhana padamu.
“Duka apa itu wahai ukhti?”
“Dia menikah” jawabmu singkat sekali.

 Kutahu, kau sangat sedih sekali. Bagaimana mungkin sebuah hati akan tetap utuh sementara ia telah dicukil oleh tajamnya pengkhianatan. Aku pun merasakan luka itu. Kurangkul tubuh mungilmu itu, kupeluk dirimu erat-erat seraya berkata “tidak mengapa dia meninggalkanmu duhai ukhti, yang terpenting Dia (Allah) senantiasa mendekapmu dalam cinta dan kasih sayang-Nya” kataku mencoba memotivasimu.


Waktu pun cepat berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul 18.00, itu artinya kita harus segera bergegas pulang kerumah.
“Ukhti” kataku yang mengejutkanmu dari lamunan.
“Ya naam ukhti” jawabmu lagi-lagi dengan nada begitu lirih.
“Mari pulang ukhti, sudah hampir magrib”
“Ya ukhti”.
Akhirnya kita berpisah kembali.
Lama tak ada kabar darimu, aku mendapat pesan singkat dari nomor yang tidak kutahu itu siapa. Ternyata pesan singkat itu darimu, yang berisi tentang undangan pernikahanmu dengan orang yang kusukai selama ini. Hahah, tawaku getir sekali. Bahagia melihat sahabat tersayang akan segera menikah, namun sedih karena melihat dia yang ada di doaku bersama sahabatku. Dunia begitu sempitnya, entah bagaimana kronologisnya mereka bisa bertemu. Aku mencoba mengikhlaskannya saja.
Kupikir, aku juga yang salah. Tak pernah menceritakan pria yang kusuka selama ini. Memang aku orangnya sangat tertutup, apalagi masalah asmara, akulah orang yang paling pandai menyembunyikan perasaan.
Hari itu aku datang kepernikahanmu. Senyum, tawa bahagia tampak jelas di wajahmu. Ku peluk tubuh mungilmu lagi dan berkata “happy wedding sahabatku, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warrohma”.
Setelah itu, aku langsung bergegas meninggalkan tempat bahagia itu. Bahagia untuk kalian, tapi tidak untukku.
Bahkan sampai detik ini pun, tak ada seorang pun yang tahu tentang rasa ini. Hanya Allah yang tahu.
Biarlah dia yang kusebut namanya dalam doaku menjadi hakmu duhai ukhti. Aku pun bahagia melihat dua insan yang kucintai akan saling mengasihi.
 -
End
-


Cerpen Karangan: Indri Wahyuniati
Facebook: Indri Wahyuniati Mps
Nama: Indri wahyuniati
TTL: 23 Februari 1998
Alamat: Medan, Sumatera Utara
Status: Lajang
Cita-cita: Novelis

Cerita Hanya Allah yang Tahu merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Labels: , ,